Jumat, 11 September 2009

Forgiveness...



MADIUN (Sept 11th, 2009) - Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(QS. At Taghaabun, 64:14)

Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)

Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.

Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.

Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya. (harunyahya)

Selasa, 08 September 2009

Holly Ferriston



Minggu, 06 September 2009

Anak-Anak "Punk" Itu Juga Puasa


Mengenakan celana panjang ketat, kaus hitam, dan sepatu kanvas butut, Dennis berdiri seorang diri di pelataran Mega Mall, Batam.
Rambutnya yang biasa ia cat warna-warni, kini hanya berwarna kemerahan, walau masih terlihat jelas ciri sebagai anak "punk".
Biasanya, setiap sore, Dennis dan komunitas punk lain berkumpul di pos masing-masing. Kebanyakan mereka hidup dari hasil mengamen.
Tetapi tidak petang itu. Ia sendirian di "pos" yang biasa menjadi tempat berkumpul kelompok punk lain.
Seiring bulan puasa menjelang, kawasan Batam Center yang biasanya diwarnai tingkah-polah anak-anak punk, mulai ditinggalkan oleh kawan-kawan Dennis. Satu per satu mereka pergi, meninggalkan komunitas untuk kembali hidup bersama keluarga saat Ramadhan tiba.
"Lebih dari setengah anak punk pada pulang (ke rumah keluarga)," kata Dennis, anak punk komunitas Sei Panas.
Di Batam, terdapat sedikitnya lima komunitas punk, Batam Centre, Panbil, Sei Panas, Batu Aji, dan Nagoya.
Pada hari biasa, mereka tinggal di ruko-ruko kosong dan pinggir jalan. Namun, pada Ramadhan, rumah toko sepi, komunitas punk meninggalkan "rumah".
Anak-anak muda dengan rambut warna-warni dengan tatanan ditarik ke atas ala "spike", kini jarang terlihat di jalanan Batam.
Anak punk biasanya mendeskripsikan diri sebagai manusia yang bebas berekspresi. Mereka hidup di jalan beramai-ramai dalam sebuah kelompok, tanpa aturan yang membelenggu, kecuali solidaritas yang tinggi.
Makan, tidur, senang, sedih dirasakan bersama-sama. "Makan ora makan asal ngumpul," begitu motto mereka.
Namun demikian ketika bulan puasa tiba, mereka saling berpencar, kembali ke keluarga batih masing-masing.

Kangen Masakan Bunda
Magnet terkuat yang menarik anak punk pulang ke keluarga kala bulan suci adalah masakan sang bunda.
Mimi (17), gadis asal Tanjungbalai, Karimun, memilih pulang ke pulau seberang untuk mendapatkan ketenangan dan kemenangan dalam Ramadhan.
"Kasihan ibu kalau saya menghabiskan bulan puasa di jalan. Lagi pula, saya rindu masakan ibu," katanya.
Gadis punk lain, Kaka (18) mengaku kangen menyantap gulai ikan buatan ibu.
"Makanya aku mau pulang. Buka puasa makan gulai ikan buatan ibu,... mmm nikmat," kata gadis berambut sebahu itu tersenyum.
Gadis yang siang itu mengenakan celana pendek dan kemeja kotak-kotak mengatakan sedang mengumpulkan uang untuk pulang ke rumah orang tua di Tanjung Uma, sekitar 15 km dari Batam Centre.
"Aku baru satu hari di jalan, kemarin-kemarin pulang, karena sedang halangan, tidak puasa, jadi ke jalan lagi," kata anak ketiga dari lima bersaudara itu.

Setengah Hari
Tapi, tidak semua anak punk Muslim berpuasa penuh sesuai syariat Islam. Bento, lelaki asal Medan berusia 28 tahun, berpuasa setengah hari.
"Awak puasa setengah hari saja, habis tidak kuat," kata pria berambut ikal melebihi bahu.
Ia mengatakan setiap pukul 12.00 WIB dia minum dan makan, menghilangkan dahaga dan lapar yang mendera karena sibuk memarkirkan motor di pusat perbelanjaan Barata, Batam Centre.
"Awak paling tidak kuat kalau haus, habis, Batam ini panas betul," katanya.
Sekitar pukul 13.00 WIB, ia kembali berpuasa, menahan haus dan lapar, juga nafsu dunia lain.
Bagi Bento, agama adalah urusan pribadi. Tidak seorang pun manusia yang berhak mengutak-utik ibadah seseorang.
Begitu juga dengan Imunk, yang sejak Ramadan hari pertama tidak pernah puasa.
"Mungkin saya harus pulang (ke keluarga-red) dulu, biar puasa," katanya.
Meski tidak puasa, ia mengaku menghormati umat Islam yang sedang menjalankan ibadah.
"Saya tidak mabuk," katanya, menyebutkan toleransi yang dia lakukan kepada muslim lain.
Ia mengatakan, dirinya selama bulan puasa tidak sering minum alkohol.
"Minum sih, tapi cuma basa-basi," katanya.
Minum basa-basi itu ia artikan meminum dalam kuantitas kecil sehingga tidak menyebabkan mabuk.

Rajin Shalat
Lain Imunk, lain juga perangai Didik. Ia justru rajin shalat kala Ramadhan.
Meski jarang mandi, ia mengaku selalu shalat karena malu dengan dosa-dosa selama satu tahun.
"Paling tidak insyaf satu bulan dalam setahun," katanya.
Ia mengaku baru "kalah" satu dalam puasa. Itu pun karena sakit.
Didik punya rencana untuk komunitasnya merayakan kemenangan Ramadan.
"Inginnya sih jalan-jalan sama anak-anak," katanya.
Sebagai anak punk, komunitasnya memiliki "kekuasaan" mendapatkan fasilitas gratis untuk jalan-jalan.
"Stop lori di pinggir jalan, numpang, sampai mana saja," katanya. Ia menyebut Barelang dan Tanjungpinang sebagai tujuan berwisata saat Lebaran.
"Kalau lapar, tinggal ketuk pintu rumah orang minta makan. Masak mereka tidak punya makanan, kan lagi Lebaran, tidak boleh pelit," katanya. (*)

Duta Wisata Madiun Memaknai Nikmatnya Puasa dengan Kebersamaan dengan Berbagi Terhadap Sesama




(06/09/2009) MADIUN - Sebagai Duta Wisata, banyak agenda yang harus dijalani para Kakang dan Mbakyu Kota Madiun 2009. Di antaranya pada bulan Ramadhan kali ini, mereka berinisiatif menjual ta’jil di Aloon-Aloon Kota Madiun. Yang menarik, inti kegiatan ini adalah lebih untuk berbagi terhadap sesama. Karena hasil yang mereka dapatkan dari menjual ta’jil, akan disisihkan untuk disumbangkan kepada sejumlah anak yatim dan kurang mampu di kota Madiun dan sekitarnya.
           Dedikasi ini cukup membuktikan, bahwa Kakang dan Mbakyu juga sangat peduli terhadap sesama. Apalagi mereka menilai, selain untuk mengisi waktu ngabuburit sambil berjualan, niat ibadah juga akan dilipatgandakan selama Bulan Ramadhan.
Tidak seperti penjual ta’jil yang lain, ada trik tersendiri dari Kakang dan Mbakyu Kota Madiun 2009 agar para pembeli tertarik. Mereka memberikan diskon khusus bagi para penjual yang ingin membeli ta’jil di stand mereka.
            Para Kakang dan Mbakyu pun juga terlihat lebih sopan dalam menawarkan ta’jil mereka kepada calon pembeli. Dengan mengenakan seragam Paguyuban yang cukup menarik sekaligus mengenakan selempang kebesaran Kakang-Mbakyu Kota Madiun, serta kemampuan berkomunikasi yang terlatih, mereka berhasil menarik banyak pembeli. 
           Regards from Crew Radio Wijaya Kusuma FM Madiun to Shinta, Awan. Danur, Dian, Elissa dan semua Kakang-Mbakyu Kota Madiun 2009. Bangkitkan Kota Madiun-mu!!! (uj/<)

 
Powered by Blogger