Musholla pagi itu tampak sepi, seperti halnya setiap pagi. Memang selalu sepi. Aku belum mau ke sana. Kemarin aku masih sakit hati dengan Dia.
Lalu di dalam ruang OSIS lagi, kunyalakan komputer, dan memeriksa tugas harianku. Dispensasi masih normal, tidak ada yang memalsu tanda tangan. Biasanya anak-anak iseng pemalas, sering memanfaatkan dispensasi. Agenda hari ini, tidak ada. Kosong. Tapi, pikiranku selalu penuh. Overload. Siap ditumpahkan kepada siapa saja yang akan datang ke ruangan ini.
Benar saja. Kudengar langkah kaki berlari. Keteplek-keteplek...
Bukan! Bukan sasaranku. Itu hanya mbak Aulia. Sekretaris seniorku yang pintar luar biasa. Wajah Ibrani-nya selalu membawa aura padang pasir. Kerudungnya putih hari ini. Disemat dengan bros melati di sisi kiri atas dadanya. Selalu menenteng tas kertas berisi sajadah dan mukena, yang akan ia bawa ke musholla. Ia selalu rutin ke mushola jam 8 pagi. Menyapa Dia... aku masih sedikit sakit hati kepada-Nya. Mbak Aulia mungkin tergesa-gesa. Tanpa mampir lebih dulu, tapi masih sempat tersenyum menatapku dan menyapa,
Assalamu'alaikum... (to be continued)
Selasa, 13 Oktober 2009
PROLOG LIMA
16.50
Gerry Satya
0 komentar:
Posting Komentar