Rabu, 16 September 2009

Perempuan Berkalung Sorban, Pengakuan Kebenaran dan Keadilan


Sutradara: Hanung Bramantyo
Produser: Hanung Bramantyo
Penulis: Hanung Bramantyo & Ginatri S. Noor
Pemeran: Revalina S. Temat, Joshua Pandelaki, Widyawati, Oka Antara, Reza Rahadian, Ida Leman
Distributor: Starvision
Rilis: 15 Januari 2009

Perempuan Berkalung Sorban merupakan film Indonesia yang dirilis pada tahun 2009 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini dibintangi antara lain oleh Revalina S. Temat, Joshua Pandelaki, Widyawati, Oka Antara, Reza Rahadian, dan Ida Leman.

JALAN CERITA

Film ini berkisah mengenai pengorbanan seorang wanita Muslim, Anissa (diperankan oleh Revalina S. Temat), seorang wanita berpendirian kuat, cantik, dan cerdas. Anissa hidup dalam lingkungan keluarga Kyai di sebuah pesantren Salafiah putri al-Huda, di Jawa Timur, Indonesia, yang konservatif. Baginya ilmu sejati dan benar hanyalah al-Qur’an, Hadist dan Sunnah. Buku modern dianggap menyimpang

Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim dimana pelajaran itu membuat Anissa beranggapan bahwa Islam membela laki-laki, perempuan sangat lemah dan tidak seimbang. Tapi protes Anissa selalu dianggap rengekan anak kecil. Hanya Khudori (diperankan oleh Oka Antara), paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Anissa. Menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Anissa. Diam-diam Anissa menaruh hati pada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan (diperankan oleh Joshua Pandelaky), sekalipun bukan sedarah. Hal itu membuat Khudori selalu mencoba membunuh cintanya. Sampai akhirnya Khudori melanjutkan sekolah ke Kairo, Mesir. Secara diam-diam Anissa mendaftarkan kuliah ke Yogyakarta, Indonesia, dan diterima. Namun Kyai Hanan tidak mengizinkannya dengan alasan bisa menimbulkan fitnah, ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian jauh dari orang tua. Namun Anissa bersikeras dan protes kepada ayahnya.

Akhirnya Anissa malah dinikahkan dengan Samsudin (diperankan oleh Reza Rahadian), seorang anak Kyai dari pesantren Salaf terbesar di Jawa Timur. Sekalipun hati Anissa berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan juga. Kenyataannya Samsudin menikah lagi dengan Kalsum (diperankan oleh Francine Roosenda). Harapan untuk menjadi perempuan muslimah yang mandiri bagi Anissa seketika runtuh. Dalam kiprahnya itu, Anissa dipertemukan lagi dengan Khudori. Keduanya masih sama-sama mencintai.

KONTROVERSI

1. Tifatul Desak Film Perempuan Berkalung Sorban Dikoreksi (detik.com_Jumat, 06/02/2009 12:05 WIB)

Kontroversi film Perempuan Berkalung Sorban membuat Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring ikut bersuara. Ia mendukung seruan Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yakub agar film itu diboikot. Ia pun meminta film itu dikoreksi.

"Menyeru umatnya boleh-boleh saja kan. Apalagi kalau itu dianggap berbahaya atau kurang baik, lantas mereka serukan, ya silakan saja," kata Tifatul kepada detikcom

Tifatul sendiri mengaku belum menonton film tersebut. Tetapi kalau ada yang memojokkan kalangan pesantren, menurutnya sah-sah saja jika film tersebut dikoreksi.

"Seperti yang saya baca di media, seolah-olah ajaran Islam itu seperti itu, melarang begini dan begitu padahal ini tidak benar secara fikih umumnya. Menurut saya tidak ada salahnya dikoreksi filmnya, dari pada bikin heboh," tambah pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat ini

Presiden PKS itu lantas mengimbau agar para pekerja kreatif seperti film lebih berhati-hati dalam melahirkan karyanya bila bersentuhan dengan SARA. "Kalau menurut saya, hal-hal yang berkaitan dengan SARA itu harus hati-hati," pungkas Tifatul.

Perempuan Berkalung Sorban menceritakan perlawanan Anissa, seorang santriwati terhadap pengekangan perempuan di pesantren. Dalam film itu, Annisa berkata Islam tidak adil terhadap perempuan. Film menampilkan diskriminasi terhadap perempuan yang dilakukan ulama dengan dalih agama, seperti perempuan tidak boleh jadi pemimpin, perempuan tidak boleh naik kuda, perempuan tidak perlu berpendapat dan perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa disertai muhrimnya.

2. Lembaga Sensor Film : Film ''Perempuan Berkalung Sorban'' Dibahas Dua Kali
Film Perempuan Berkalung Sorban (PBS) terus menuai protes dan kritik. Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Titie Said, mengatakan, film yang disutradarai Hanung Bramantyo itu sempat dua kali dibahas di meja LSF.

Biasanya, kata dia, pembahasan sensor film cukup sekali. Pembahasan dilakukan hingga dua kali karena pertemuan pertama tak dihadiri perwakilan ahli agama.

Pada tahap pertama, imbuhnya, film itu sudah mengantongi izin lulus dewasa dengan potongan. Titie mengatakan, film itu sempat terkena gunting sensor LSF.

Titie juga mengaku saat ini pihaknya masih terus mencermati perkembangan yang ada di masyarakat.

‘’(Hal semacam ini) kan sudah banyak contohnya, seperti film Buruan Cium Gue!. Tetapi, semua itu ada di tangan menteri, kita hanya menjalankannya,’’ kata Titie menjawab kemungkinan film ini dihentikan dari peredaran.

Sedangkan pada pembahasan kedua di tingkat pelaksana harian, film ini mendapat potongan gunting sensor untuk adegan ranjang. ‘
’Pada diskusi pelaksana harian ini, perwakilan agama yang datang ada dua. Satu dari kiai dan satu lagi ahli agama.’’ Ahli agama yang dimaksud Titie adalah sarjana lulusan IAIN, tetapi tidak menyandang status kiai.

Film yang disutradarai Hanung Bramantyo itu dinilai sejumlah kalangan telah menyudutkan umat Islam. Film itu telah menggambarkan Islam sebagai agama tak sempurna dan mendiskreditkan pesantren.

Sineas senior di Tanah Air, Deddy Mizwar, menilai, cerita yang disajikan dalam film itu sangat menyudutkan Islam. Deddy menyebutkan, fikih-fikih Islam yang dihadirkan dalam Perempuan Berkalung Sorban cenderung tak jelas serta memiliki penafsiran sepihak saja.

‘’Sehingga, bisa menyudutkan pihak lain, terutama dari kalangan Islam Salafiah. Seharusnya dalam mengkritisi Islam dengan kearifan sehingga tidak menimbulkan mudharat,’’ kata pemeran Nagabonar ini saat berbincang kepada Republika melalui saluran telepon di Jakarta, Senin (2/2) siang.

Deddy melontarkan kritik keras itu setelah menyaksikan film yang dibintangi Revalina S Temat itu. Aktor gaek yang juga menjabat ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) itu menegaskan, secara umum film itu sangat menyakitkannya.

Ia menyesalkan film itu bisa lolos sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF). ‘’Barangkali perwakilan MUI-nya tidak datang,’’ sesal Deddy. MUI sendiri merupakan salah satu lembaga yang duduk di LSF.

‘’Film ini sangat menyakitkan hati umat Islam,’’ ungkap Ahmad Maulana, seorang advokat. Ia menilai, film itu mengambarkan Islam sangat tak seimbang. ‘’Islam digambarkan sebagai agama yang tak sempurna. Ini sungguh sangat melecehkan,’’ katanya tegas. Ia mendesak agar pembuat film itu meminta maaf kepada umat Islam.

Protes yang sama juga dilontarkan Indra Jaya. Dalam suratnya kepada Republika, Indra menilai film itu sangat menyesatkan. ‘’Film ini telah membuat kalimat Allah atau hadis hanya untuk diperolok-olok dan menjadi pembenar perilaku yang buruk,’’ ujarnya. Film itu dinilainya telah membuat pandangan orang terhadap Islam menjadi jelek.

Wartawan Republika yang dua kali menonton film itu dan mendapatkan sejumlah kejanggalan di dalamnya. Dalam film itu digambarkan seorang kiai menyatakan bahwa dalam Islam perempuan dilarang keluar rumah.

Sutradara Hanung Bramantyo saat peluncuran perdana menyatakan telah siap 100 persen untuk menghadapi kritik dan protes terhadap film Perempuan Berkalung Sorban. akb/hri

Kejanggalan yang Menyulut Kontroversi
* Seolah-olah Islam mengharamkan perempuan keluar rumah, baik untuk bekerja maupun belajar. Padahal, Islam tak melarang perempuan untuk keluar rumah. (Menit ke-16 dan 20).
* Orang tua Annisa yang seorang kiai melarang keras Annisa menunggang kuda dengan alasan perempuan tidak pantas menunggang kuda dan hanya laki-laki yang boleh.
* Perempuan tidak boleh menjadi pemimpin, terlihat jelas dalam adegan pemilihan ketua kelas di sekolah Annisa saat duduk di sekolah dasar. Meski dia menang, lalu dianulir. Hal itu dibenarkan kiai.
* Kiai sebagai pemimpin pesantren digambarkan materialistis.
* Seolah-olah Islam membenarkan tindakan kekerasan terhadap istri dengan mendasarkan pada kitab-kitab kuning.
* Ayat-ayat Alquran ditampilkan sebagai pembenaran atas perilaku salah.

Republika, 3 Februari 2009

* Catatan : Sedih melihat bahwa Islam dalam film hanya menjadi simbol yang digambarkan dengan pemakaian jilbab dimana dan kalimat2 "Islami" yang bertaburan tapi tidak selaras dengan proses pembuatannya yang terjadi ihktilat dimana-mana bahkan bersentuhan dengan yang bukan mahromnya. Mudah-mudahan sineas lain bisa belajar dari pengalaman ini sebelum berniat membuat film Islami.
BAGAIMANA DENGAN ANDA?

3. Lagi...? Karya Anak Negeri Dikritisi?
Pernah menonton Perempuan Berkalung Sorban? Pasti kesan setiap manusia berbeda. Tergantung dari sudut pandang mana, mereka menilai film karya Hanung Bramantyo itu. Beberapa ulama, termasuk Imam Besar Masjid Istiqlal, Ali Mustafa Yaqub, memboikot film yang juga diperankan oleh Revalina itu.

Secara pribadi, saya bukan tidak setuju Islam dijadikan latar dalam tayangan itu. Tetapi, sajian yang dipertontonkan terlalu menonjolkan Islam sebagai agama seperti yang ada di Perempuan Berkalung Sorban.

Kebetulan, saya menonton film itu bersama seorang perempuan, kawan yang dulu dan saat ini masih kritis menyuarakan isu gender. Tentu saja, dengan sangat antusias ia menonton film itu. Bahkan, mungkin bisa menjadi inspirasi baginya.

Pesan yang disampaikan memang positif. Tetapi, cara penyampaian film itu tidaklah tepat. Apalagi, ada dalil-dalil dipergunakan di sana. Kalimat Tuhan, bukanlah diumbar untuk kekuasaan genre, tetapi sebagai dakwah menuju kebenaran.

Beberapa bulan lalu, saya pernah ngobrol bersama Hanung Bramantyo di Batam, dalam rangka nonton bareng Ayat-Ayat Cinta bersama turis dari Singapura. Ada satu kesimpulan yang saya tarik dari pembicaraan itu. Tapi, saya tidak bisa menungkapkannya karena terkait dengan karakter.

Menanggapi boikot para ulama, Hanung hanya berkata,"Imam itu hanya ikut omongan orang yang memang ingin memfitnah film ini. Ulama itu juga belum nonton filmnya langsung kok." (detik.com)

Saya pun terpancing untuk meminta pendapat Abu Bakar Baasyir pada waktu menjadi penceramah Tabligh Akbar di Masjid Istiqomah, Jumat (6/2). "Film itu cenderung mengundang fitnah, harus ditarik," tegasnya.

Egaliter, yang menjadi instrumen utama Demokrasi, kembali dimanfaatkan. Bukan hanya sebagai memperoleh legitimasi kekuasaan, tetapi, sudah masuk dalam mencari legitimasi dalam profit oriented. (Posted by: fuhrer banditz, http://agg-fuhrer.blogspot.com/2009/02/kontroversi-perempuan-berkalung-sorban.html)

4. Wanita Berkalung Sorban dan Sebuah Kritikan dan Koreksi
MUI sempat meminta untuk film ini dikoreksi ulang, MUI menganggap ada beberapa aspek dalam film ini yang tidak sesuai bila menggunakan latar belakang islami. Nah hal ini yang membuat kami (aku dan adiku) kemarin tertarik untuk menonton film ini. Apa yang membuat MUI menganggap ada beberapa aspek dari film ini yang perlu dikoreksi.

Menurutku film ini tidak berusaha menonjolkan Islam, atau mendakwahkan Islam. Mungkin hanya menjadikan Islam sebagai latar dari film ini. Feminisme -- hal yang diteriakkan wanita berkalung sorban dari awal sampai akhir film.

Islam adalah agama yang turun atas wahyu dari Allah SWT yang disampaikan melalui Muhammad. Dan dirupakan berupa AlQuran yang berisi wahyu dan Hadits yang berisi contoh, perkataan dan sikap dari Rosulullah. Maka jika film ini menonjolkan sisi Islam, atau setidaknya feminisme yang islami maka setidaknya film ini harus menggunakan dalil AlQuran dan Hadits untuk menjelaskan konsep itu, bukan berdasar buku buku dari barat. Itulah islam

Memang Islam tidak melarang keta untuk mempelajari buku buku dari barat, tidak ada larangan untuk itu. Tapi ingat dasar Islam adalah AlQuran dan Hadits, maka ketika buku buku dari barat itu tidak bertentangan dengan keduanya, fine.
Tetapi ketika ternyata buku buku dari barat itu bertentangan dengan AlQuran dan Hadits, kemudian kita meyakininya, jelas..... itu salah. Apalagi bila hal itu disandarkan kepada Islam, itu salah kaprah

Kebebasan, itu salahsatu hal yang digaungkan dalam film ini. Memang Islam mengajarkan kebebasan, kebebasan berpendapat , kebebasan perEkspresi. memang, tapi ingat! ini Islam. semua konteks dianggap Islami bila sesuai dengan AlQuran dan hadits, bukan hati nurani. Hati nurani yang mudah terkena tipu daya syetan. bukan itu,, Maka setiap kebebasan itu harus disandarkan kepada AlQuran dan Hadits, tidak sembarangan.
Mungkin larangan Kyai yang melarang wanita untuk berkuda itu tidak tepat, dan memang kyai bukan rosul yang pasti benar setiap kata katanya. Tetapi tetap, membangkang perintah orang tua adalah salah. dan Tidak mengikuti sunnah adalah kesalahan besar.

Semua Perbuatan tergantung dari Niatnya. sebuah potongan hadits yang sempat digunakan tokoh utama dalam film ini sebagai dasar terhadap apa yang dia lakukan. Menempatkan potongan hadits ini dalam setiap kondisi adalah hal yang salah.
Sesungguhnya potongan hadits "Semua Perbuatan tergantung dari Niatnya" adalah potongan hadits tentang hijrah.
Hijrah adalah suatu hal yang baik dan sesuai dengan syariah dan diperintahkan oleh Allah. Maka hadits ini sesuai ditempatkan disana. Niat seorang dalam melaksanakan hijrah (atau hal lain yang sesuai dengan syariah) mempengaruhi amalanya(pahala). Tapi bila hal itu adalah hal yang salah, yang tidak sesuai dengan syariah (alQuran dan Hadits), biarpun niatnya baik ---- ya tetap salah.

misalnya :

seorang yang berzina walaupun niatnya baik (untuk menolong seseorang misalnya) ==> yang dilakukan ini tetaplah salah
seseorang yang melalaikan sholat walaupun niatnya untuk kebaikan (untuk belajar misalnya) ==> yang dilakukan ini tetaplah salah.

Satu hal lagi, sedikit koreksi tentang hukum rajam yang akan dilaksanakan di pondok pesantren kepada Anisa. Ada hal yang tidak tepat ketika pondok pesantren melaksanakan hukuman rajam. pertama, pondok pesantren bukanlah pemerintahan yang sah, sehingga tidak sah melaksanakan eksekusi hukuman sesuai dengan syariat Islam. Tidak seperti Daerah Istimewa Aceh, misalnya yang melaksanakan hukuman sesuai syariat Islam, - karena memang pemerintah propinsi Aceh memang menerapkan syariat itu.Dan mereka pemenrintah yang sah, jadi mereka layak melaksanakan eksekusi hukuman syariat Islam itu. Maka yang boleh melaksanakan eksekusi hukuman syariat islam tidak lain tidak bukan adalah pemerintah yang sah, tidak pula orang yang tidak pernah berbuat dosa - seperti yang disampaiakn di film tersebut.

Jadi tidak layak seorang kyai, apalagi suami melaksanakan hukuman rajam (atau hukuman syariat Islam yang lain... cambuk misalnya). Hal seperti ini yang akhir akhir ini sering ditampakkan di layar kaca, seorang ayah yang mencambuk anaknya, atau suami yang mencambuk Istrinya dengan alasan pelaksanaan syariat Islam. Itu salah kaprah.

Hukuman rajam juga hanya diberikan kepada seorang suami atau istri yang berzina. Nah zina di sini harus benar benar jelas (jelas apa yang mereka lakukan, benar benar bersetubuh atau hanya bercengkrama) dan dengan saksi yang jelas dan dengan jumlah yang cukup. Tidak bisa seenaknya melaksanakan rajam kepada seorang yang berduaan di tempat sepi (kholwat) yang tidak jelas apa yang mereka lakukan.

maaf bila banyak kekurangan, semoga bermanfaat. (Posted by Ahmad Helmy - 10 February 2009 at 1:37 PM, http://ahmadhelmy.blogspot.com/2009/02/wanita-berkalung-sorban-dan-sebuah.html)

0 komentar:

 
Powered by Blogger